Budaya  

Mengenal Adat dan Budaya Suku Batak Karo

Banyak yang menyebutkan bahwa budaya suku Batak Karo dianggap sama dengan Batak Toba seperti kebanyakan diketahui masyarakat di Indonesia. Bahkan banyak orang yang salah dalam menyapa warga suku Karo.

Sumatera Utara dikenal dengan warga dengan suku Batak bahkan seringkali disebut sebagai sarangnya orang Batak. Karena itu Sumatera Utara cukup kental dengan budaya dari suku Batak tersebut, namun banyak yang salah kaprah dengan hal tersebut.

Suku Batak sendiri memiliki cabang yang berbeda-beda setiap bahasa dan budayanya meski tidak semua masyarakat di Indonesia tau hal tersebut. Salah satu batak yang juga terkenal adalah suku Batak Karo.

Terdapat perbedaan dalam budaya suku Batak Karo dan Batak Toba yang tentu membuat keduanya unik dan berbeda. Meski keduanya memiliki nama yang tampak serupa dan mirip akan tetapi perbedaan sampai soal marga juga sangat berbeda.

Hal Penting dari Budaya Suku Batak Karo

Dalam suku Batak Karo dikenal beberapa istilah seperti orat tutur merga silima, rakut sitelu, tutur siwaluh dan perkaden-kaden sepuluh dua. Hal ini mewakili bagaimana masyarakat suku Karo memiliki adat istiadat yang erat dan saling mengikat satu dengan lainnya.

Masing-masing istilah tersebut memiliki arti dan aturan yang sangat berperan penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika ada acara seperti pernikahan. Adapun masing-masing pengertian, tujuan, serta aturan istilah tersebut yaitu sebagai berikut.

  1. Orat Tutur Merga Silima

Budaya suku Batak Karo mengenal istilah marga seperti batak pada umumnya. Namun marga pada suku Karo hanya berjumlah sedikit dan memiliki pengertian tersendiri.

Merga silima pada suku Batak Karo berarti ada enam aturan yaitu merga atau beru, bere-bere, binuang, perkempun, kampah, dan soler. Dimana masing-masing aturan ini berbeda-beda aturan mendapatkannya pada seseorang.

Merga sebutan untuk marga laki-laki sedangkan beru untuk perempuan yang didapatkan dari marga ayah. Kemudian bere-bere didapatkan dari beru ibu, dan binuang didapatkan dari bere-bere ayah.

Selanjutnya sebutan perkempun diberikan oleh bere-bere mamak atau dalam batak karo disebut beru dari ibu mamak. Sebutan kampah adalah bere-bere nenek (kakek) dari ayah, serta yang terakhir soler dari bere-bere nenek (kakek) dari ibu.

  1. Rakut Sitelu

Kemudian dari aturan merga silima tersebut dibuat pola kekerabatan yang dikenal dengan salah satunya adalah rakut sitelu. Adapun rakut sitelu tersebut yaitu senina/sembuyak, kalimbubu, dan anak beru.

Pola kekerabatan ini kemudian yang membedakan budaya suku Batak Karo dengan batak lainnya meski beberapa bagian ada kemiripan. Istilah rakut sitelu ini memiliki maksud ikatan yang tiga atau disebut kelengkapan hidup bagi masyarakat Karo.

  1. Tutur Siwaluh

Selanjutnya ada juga sistem kekerabatan yang disebut dengan tutur siwaluh dimana berhubungan dengan penuturan atau panggilan. Tutur siwaluh atau penuturan delapan yang dalam pelaksanaan adat sangat memiliki peran penting.

Adapun tutur siwaluh tersebut yaitu puang kalimbubu, kalimbubu, senina, sembuyak, senina sipemeren, senina sepengalon atau sedalanen, anak beru, dan anak beru menteri.

  1. Perkaden-Kaden Sepuluh Dua

Dalam hal ini ada sepuluh dua atau dua belas aturan persaudaraan yaitu nini, bulang, kempu, bapa, nande, anak, bengkila, bibi, permen, mama, mami, dan bere-bere. Artinya setiap istilah ini juga akan berkaitan dengan merga silima, rakut sitelu, serta tutur siwaluh.

Adat dan istiadat setiap suku akan menjadi keunikan dan ciri khas yang harus dikenal serta dipahami oleh masyarakat suku tersebut. Bahkan akan menjadi sebuah kebanggaan ketika masyarakat luar mengenal budaya suku Batak Karo yang cukup terbuka ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *