Budaya  

Tradisi Rasulan Gunung Kidul, Wisata Budaya dan Kuliner Khas

Jika kamu tertarik mengenal dan mengamati adat istiadat masyarakat, tradisi rasulan Gunung Kidul barangkali bisa jadi referensimu. Selain bisa menyelami budaya masyarakatnya, kamu juga bisa mencicipi makanan khas sana sekaligus.

Rasulan adalah salah satu bentuk tradisi masyarakat Gunung Kidul yang biasa diselenggarakan pasca panen. Tradisi ini merupakan perayaan rasa syukur atas berkah hasil bumi yang melimpah.

Masyarakat biasanya juga menggelar acara ini sekaligus untuk bersih desa atau mengharap keselamatan dan menolak mara bahaya yang mungkin menyerang warga desa. Ada serangkaian kegiatan yang dilalui ketika musim Rasulan tiba.

Kapan dan di Mana Ada Tradisi Rasulan

Tradisi rasulan dapat ditemui di hampir semua desa di Gunung Kidul yang masih memegang teguh adat ini. Waktu penyelenggaraannya tidak selalu sama antar wilayah. Biasanya setelah panen raya atau justru menjelang musim kemarau.

Rasulan dilaksanakan atas kesepakatan warga desa. Biasanya setelah mendapat rekomendasi waktu pelaksanaan dari tetua adat setempat. Jadi bisa saja selama satu bulan penuh ada tradisi ini karena waktu pelaksanaannya tidak mutlak.

Kegiatan dalam Tradisi Rasulan Gunung Kidul

Tradisi Rasulan Gunung Kidul diselenggarakan setahun sekali dengan sejumlah rangkaian kegiatan yang bisa memakan waktu berhari-hari. Sekali lagi, semua bergantung kesepakatan desa masing-masing.

Rasulan biasanya diawali dengan kegiatan gotong royong atau kerja bakti. Mulai dari bersih-bersih rumah, jalan, perkampungan, hingga memperindah fasilitas desa. Tidak lupa sejumlah lomba yang diselenggarakan untuk menyemarakkan acara.

Acara puncaknya adalah kenduri. Warga akan mengumpulkan hasil bumi yang diperoleh kemudian menyusunnya ke dalam gunungan. Warga juga memasak sajian khas Rasulan seperti ingkung ayam kampung, nasi putih, lauk pauk dan berbagai jajanan.

Sajian tadi juga akan diarak warga dengan iringan pawai desa yang mengenakan baju adat atau kostum lainnya sebagai ajang kreativitas pemuda desa. Kostum khas profesi akan banyak dijumpai sebagai lambang keberagaman.

Arak-arakan tersebut akan berhenti di balai desa. Di sana giliran tetua adat setempat membacakan riwayat atau sejarah desa dan melantunkan doa syukur.

Rangkaian kegiatan Rasulan akan ditutup dengan pentas pertunjukan seni baik dari warga sendiri maupun mengundang dari daerah lain. Pertunjukannya pun klasik seperti Reog, Jathilan, Kethoprak hingga Wayang Golek.

Nilai Filosofis Tradisi Rasulan Gunung Kidul

Bagi masyarakat Gunung Kidul, Rasulan ini semacam Hari Raya atau Lebaran ketiga setelah Idulfitri dan Iduladha. Pertama tentu sebagai sarana untuk bersyukur sekaligus memohon perlindungan kepada Tuhan.

Kedua, Rasulan juga kerap menajadi sarana silaturahmi atau mendekatkan hubungan kekeluargaan. Di masa ini, keluarga yang merantau biasanya akan pulang ke kampung halaman untuk turut merayakan Rasulan.

Ketiga, Rasulan juga menjadi ajang sedekah antar sesama. Sebab, warga akan memasak berbagai sajian dengan porsi yang besar untuk menjamu tamu yang datang atau dibagikan kepada yang kurang mampu.

Dalam serangkaian acara Rasulan, biasanya juga ada tradisi mujud. Mujud adalah tradisi bertukar berkat atau makanan. Saudara yang berkunjung akan membawa beras dan angpau kepada tuan rumah kemudian tuan rumah akan memberinya nasi dan lauk pauk.

Tradisi tersebut dilakukan secara bergantian sehingga akan saling mengunjungi ketika Rasulan. Jadi, banyak sekali nilai filosofis yang ada di dalam tradisi ini. Tidak hanya wisata budaya, kuliner pun ada.

Selain memberi wadah bagi semua kalangan dari anak kecil, remaja, hingga orang dewasa, tradisi Rasulan Gunung Kidul juga sarat akan nilai filosofis. Mulai dari mendekatkan hubungan dengan Tuhan, semesta, hingga sesama manusia.

Exit mobile version